![]() |
Ilustrasi Gambar |
Banda
Aceh, Industrialtimes.net – Sidang MPM Unsyiah yang berlangsung di Aula MPR
Fakultas Pertanian 30 April lalu sepertinya telah membawa bencana bagi beberapa
pihak. Pasalnya, seorang mahasiswa FKIP Unsyiah mengaku telah menjadi korban
kekerasan beberapa mahasiswa lain dan telah membuat laporan ke pihak kepolisian.
Dalam hal ini Zulfahmi, ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF) Teknik Unsyiah dan Agung
Saputra, anggota DPMU yang juga merupakan salah seorang mahasiswa Teknik Mesin Unsyiah
telah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan kasus kekerasan tersebut.
Kami
sempat meminta keterangan kepada Agung selaku pihak yang dilaporkan, dan Hermansyah
Siagian, selaku sekretaris DPM Unsyiah mengenai kronologis kejadian tersebut. Menurut
kesaksian Hermansyah, ada dua fakultas yang tidak menghadirkan ketua dan
sekretaris DPMF, melainkan diwakili oleh anggota dengan membawa surat kuasa
dari ketua DPMF masing-masing fakultas. Hal tersebut membuat beberapa forum
tidak terima dan menyebabkan suasana sidang menjadi tidak kondusif sehingga
sidang harus diskors sementara. Namun setelah melakukan diskusi, akhirnya perwakilan
kedua fakultas tersebut diizinkan mengikuti sidang. Kemudian sidang diambil
alih oleh presidium sementara.
Kericuhan
sendiri bermula saat sidang pleno pemilihan presidium sidang tetap. Pemilihan tersebut
dilakukan secara musyawarah dan memilih DPM FKG sebagai presidium sidang III. Namun
pemilihan presidium I dan II tidak juga menemukan titik terang karena banyaknya
pertimbangan dari forum. Akhirnya dilakukan sistem votting dan ternyata hasil suaranya seimbang yaitu 29 untuk calon
dari Fakultas Hukum dan 29 untuk calon dari Fakultas Pertanian.
Setelah
perhitungan hasil votting, kemudian
korban kembali mempersoalkan ketidaksahan surat kuasa dari dua fakultas yang
telah dijelaskan di atas. Hal tersebut kemudian mengundang keributan dari forum
yang lain. Namun ketika perdebatan berlangsung, seorang mahasiswa FKIP diam-diam
merekam seorang peserta sidang. Peserta sidang yang sadar bahwa dirinya
direkam, kemudian melaporkannya kepada presidium sidang sementara dan berbuntut
pada keputusan presidium untuk mengeluarkan mahasiswa FKIP tersebut dari ruang sidang.
Keputusan tersebut disebabkan oleh peraturan sidang yang memang melarang
penggunaan alat komunikasi selama sidang berlangsung.
Melihat
hal tersebut, korban tidak terima dan merebut palu persidangan dan membawanya
ke luar ruangan sidang sambil berkata bahwa sidang tidak sah. Sempat terjadi tarik-menarik
antara korban dengan presidium sidang sementara yang menyebabkan presidium
mengalami luka pada tangannya. Hal tersebut sontak membuat forum mengejar
korban untuk merebut kembali palu sidang.
Menurut
Hermansyah, korban sempat mengeluarkan kalimat-kalimat provokatif seperti “satu
lawan satu”.
“Saya
tidak tahu. Yang pasti, kejadian perebutan antara korban dengan peserta sidang
yang lain terjadi di luar gedung aula MPR. Jadi tidak ada pemukulan sama sekali
di ruangan sidang.” Tutur Hermansyah.
Sementara
menurut Agung, dirinya tidak tahu menahu mengenai kronolgi cerita sampai korban
merebut palu dari meja presidium sidang.
“Saya
tidak tahu apa-apa karena saya baru kembali dari toilet. Waktu masuk ruangan
sidang, semua forum sudah berdiri dan korban berlari ke meja presidium untuk
merebut palu lalu berlari ke luar.” Jelasnya.
Karena
keributan tersebut, resimen mahasiswa (Menwa) kemudian turun tangan dan
berhasil merebut palu sidang dan membawanya kembali ke ruang sidang. Sidang kemudian dilanjutkan dengan pengawasan Menwa. Sementara korban
masih tidak terima, kemudian ia dibawa keluar dan bahkan diusir oleh pihak
keamanan Fakultas Pertanian karena menyebabkan kericuhan.
Agung
sendiri mengaku tidak tahu berapa jumlah orang yang turut merebut palu dari
tangan korban dan siapa tepatnya yang melakukan kekerasan kepada korban. Karena
dirinya hanya berfokus pada perebutan palu.
Karena
kejadian tersebut, korban merasa diintimidasi dan melaporkan kejadian tersebut
sebagai kasus kekerasan. Polisi kemudian telah menetapkan Zulfahmi dan Agung Saputra
sebagai tersangka utama.
Hal
tersebut ternyata mengundang reaksi dari beberapa pihak yang mengaku terkejut
dengan penetapan tersangka tersebut. Bahkan Hermansyah, selaku sekretaris DPMU
sangat menyayangkan kejadian tersebut yang harus menempuh jalur hukum. Menurutnya,
tidak ada komunikasi sama sekali antara pihak korban dengan DPMU.
“Masalah
mahasiswa seharusnya diselesaikan dengan mahasiswa. Karena kita punya orang tua yaitu Biro
dan Rektorat. Saya sangat menyayangkan hal ini. Sebab seharusnya korban lebih
bisa menjaga nama baik Unsyiah, dan tidak harus menempuh jalur hukum.” Kata
Hermansyah.
Selanjutnya,
ia berharap kasus ini cepat diselesaikan dengan tidak menimbulkan kerugian bagi
pihak mana pun. Ia juga berharap kejadian seperti ini tidak akan terulang
lagi.
“Saya berharap kasus ini segera selesai dengan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak mana pun, serta kejadian seperti ini tidak terulang lagi.” Tutupnya. [GAS]
Posting Komentar