IndustrialTimes.net - Mendengar
kata wanita atau perempuan, yang terbesit dalam benak kita adalah mereka yang
ahli dalam hal masak-memasak, mencuci, menghitung keuangan, berdandan dan
hal-hal yang berbau feminis lainnya. Meski, tak jarang pula kita jumpai ada
beberapa wanita yang senantiasa berjuang untuk mempertahankan kesejahteraan
daerahnya dan berbuat untuk sesama. Di
Aceh, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia dan Laksamana Malahayati, contohnya. Mereka
adalah para wanita yang tidak hanya berdiam diri di kamar dan rumah-rumah
mereka, menyingsing keberanian yang mereka punya, berjuang segenap jiwa dan
raga untuk mengusir para penjajah yang merajalela. Berhasilkah? Ya, hadirnya
mereka dapat mengubah stigma masyarakat dunia bahwa wanita tidak hanya apa yang
kita pandang sebelah mata.
Dahulu
kala, di saat islam menjadi agama pemula, ingatkah kalian dengan sosok
Tsumayyah? Ia adalah syahidah pertama yang rela mempertahankan aqidahnya demi
tauhid yang tersimpan dihatinya. Lalu, ibunda Khadijah yang dengan seluruh
kekuatan, kekayaan dan tangisan dalam setiap asam manis perjuangan, rela ia
korbankan sehingga islam berjaya dan tersebar ke seluruh dunia. Di
daerah Jawa, ada RA. Kartini yang selalu berusaha untuk mengangkat derajat dan
martabat wanita dengan buku yang ia angkat dari ayat al-quran “Minadz
dzulumaati Ilannurr (Habis Gelap Terbitlah Terang)". Ia ingin para wanita dapat
merasakan bangku pendidikan dan kesetaraan dalam hal hak asasi yang dahulu
belum tertuliskan.
Dan
kini, siapakah sosok perempuan yang akan meneruskan perjuangan mereka? Apakah
saya? Anda? Kita? Atau Tidak ada? Semua jawaban kembali kepada diri kita
masing-masing. Ingin terus memperjuangkan atau hanya menjadikan sejarah sebagai
kenangan yang akan dibanggakan di masa depan. Lalu,
apa peran perempuan bagi perubahan dan pembangunan daerah? Apakah kita cukup
dengan memikirkan kesejahteraan hidup kita sendiri? Setelah bertahun tahuan
para pejuang bersusah payah untuk menjadikan wanita sebagai sosok yang
dihormati, sosok yang disegani, bahkan sosok yang tidak lagi dikubur secara
hidup-hidup karena harus menanngung malu? Tidak! Tidak, wahai sahabat!
Mungkin
kita dapat memulainya dari diri sendiri. Pepatah mengatakan ”Baik buruknya
sebuah negara tergantung pada akhlaknya wanita, jika buruk akhlaknya maka
runtuhlah negara tersebut, sebaliknya jika mulia akhlaknya maka sejahteralah
Negara tersebut”. Dengan demikian, kesopanan, kepribadian, kecerdasan adalah
hal-hal yang harus dimiliki oleh para wanita untuk mengubah negaranya. Selanjutnya,
sebagai wanita yang nantinya akan menjadi ibu, tentunya ia akan mendidik
generasi yang akan menjadi pemimpin negri ini. Ibu adalah sekolah pertama bagi
anak-anaknya. Jika pendidikan dan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
sudah memadai, maka akan terciptalah generasi-generasi pemuda yang taat agama
dan berguna bagi sesama. Insya Allah. Wanita
juga makhluk multitalenta, dapat mengerjakan segala hal dalam waktu yang sama.
Oleh karena itu, wanita perlu untuk diberdayakan dengan segala potensi yang
mereka punya. Merajut, menjahit, merawat, membuat kerajinan adalah keahlian
yang dimiliki oleh kaum wanita. Bayangkan, jika semua wanita di Indonesia
memiliki kreatifitas, maka tingkat kemiskinan akan dapat ditanggulangi. Mereka
akan berkembang menjadi pengusaha, desainer, dokter yang penghasilannya dapat
menurunkan tingkat kemiskinan negara. Setuju?
Untuk
mencapai ketahap tersebut, wanita juga harus menempuh pendidikan atau pelatihan
yang cukup. Dengan demikian, pemerintah diharap untuk lebih memperhatikan para
wanita yang putus sekolah agar dapat kembali bersekolah dengan bantuan yang
dibutuhkan. Mungkin saja dengan kemampuan dan skill yang mereka miliki, mereka
dapat membuat sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu atau pengobatan gratis
bagi pasien yang membutuhkan. Who knows? Selanjutnya,
wanita juga harus kuat dan tegar. Sejarah telah membuktikan bahwa wanita itu
tidak lemah. Mereka juga terjun dalam
peperangan atau sekedar mengobati para pasukan yang terluka. Sehingga, ketika
ia dibebankan oleh amanah Negara, ia mampu untuk memikulnya.
Untuk
berada dalam tahapan ini, wanita juga butuh ilmu bela diri, olahraga,
mengkonsumsi makanan sehat dan aktifitas yang dapat menunjang kekuatan mental-fisik
lainnya. Selain untuk mengemban amanah Negara, juga untuk mengurangi tingkat kekerasan bagi kaum wanita
yang terus melaju setiap tahunnya. Perlu diperhatikan juga bagi kaum perempuan,
bahwa menjaga diri itu adalah hal yang utama. Di sisi
lain, wanita juga harus pandai berwirausaha dan menulis. Mengapa? Dari kedua
hal tersebut, wanita bisa mengeluarkan aspirasi dan kemampuan yang ia miliki.
Sehingga tak ada lagi diskriminasi yang kita lihat pada kaum wanita seperti
jaman-jaman penjajahan terdahulu. Wanita bisa mandiri, pandai menjaga diri dan
tentunya bermanfaat bagi negri ini. Yuk, Jadi wanita yang bawa perubahan bukan
menjadi wanita yang selalu bawa perasaan! Jadilah wanita lini masa, sang
pembawa seberkas cahaya yang hadirnya selalu dinanti oleh setiap pasang mata.
[Farah Febriani, Juara 1 Lomba Menulis Opini kategori umum Teknik Industri 2016]
[Farah Febriani, Juara 1 Lomba Menulis Opini kategori umum Teknik Industri 2016]
Terimakasih industrial times
BalasHapussukses selalu ^^