Ilustrasi (Foto: Liputan6.com) |
Industrialtimes.net - Dalam Islam, filosofi penghukuman sangat kompleks tertera di dalam Al-Quran dan sebagiannya terdapat dalam hadist. Di dalam beberapa ayat Al-Qur'an, kita dapat menemukan ayat yang berkaitan dengan hukuman para pelaku ma’siat yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 178-179 yang berkaitan dengan qhisas, yaitu hukuman yang dibalas setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Kemudian ada dalil yang berkaitan dengan pencurian pada surah Al-Maidah ayat 38, qadzaf pada surah An-Nur ayat 4, perzinahan pada surah An-Nur ayat 2 dan sebagainya.
Hukuman
yang telah Allah SWT atur tersebut pastinya memiliki beberapa tujuan, antara
lain untuk kemashlahatan hidup manusia, menimbulkan efek jera pada pelaku dan
masyarakat lainnya, menghapuskan hukuman di akhirat jika hukuman di dunia sudah
dilaksanakan dan agar umat manusia berperilaku mulia.
Dalam
kasus TKW yang dihukum mati, kita kritisi terlebih dahulu kronologis kejadian
perkaranya dari pernyataan para saksi yang telah dipanggil. Dan saksi yang
dipanggil pun harus mengatakan yang sejujurnya bahkan harus disumpah agar ia
tidak berbohong dan didukung dengan bukti-bukti yang jelas. Jika TKW membunuh majikannya karena ingin menyelamatkan dirinya dari kekerasan fisik
atau seksual yang ia terima, maka tidaklah patut ia diberikan hukuman tersebut.
Sedangkan dalam islam kita dilarang menyerang/membunuh, namun jika ada serangan
kita boleh melawan untuk menyelamatkan jiwa sendiri bahkan jiwa umat islam
lainnya. Hukuman mati ini pun, bisa saja
tidak dilakukan jika sang pelaku membayar diat (tebusan) atau mendapatkan maaf
dari keluarga korban. Jadi, dihukum atau tidaknya pelaku pembunuhan tersebut didukung
oleh keputusan keluarga korban.
Jadi,
di sini sang hakim haruslah bijaksana dalam melihat kasus yang dialami oleh para
TKW tersebut, apakah pembunuhan itu dilakukan secara sengaja, tidak sengaja
atau dalam rangka menyelamatkan diri. Para saksi yang dihadirkan pun harus
menjelaskan secara jujur dan benar. Setelah semua hal itu diproses dan jika
pelaku telah terbukti bersalah, maka keputusan terakhir dikembalikan kepada
keluarga korban. Adalah hal yang tidak mudah untuk memaafkan kesalahan orang
lain, namun memaafkan adalah perbuatan yang mulia. Hukum qishas ini pun
dilakukan agar keluarga korban tidak memiliki rasa dendam dan merasa tidak
dirugikan.
Dan tidak ada perbedaan kasta dalam
pelaksanaan hukum, baik ia adalah anak presiden, raja maupun hakim. Jika ia melanggar,
hukum Allah tetap berlaku. Wallahu a’lam bishshawab.
[Farah Febriani]
[Farah Febriani]
Jazakallah media industrial times..
BalasHapussemoga dapat bekerja sama dan memberikan manfaat untuk kedepannya