![]() |
Nani Hapsari, alumnus UNY yang kini mengajar di desa terpencil di Aceh. (Foto: dok. UNY) |
Gayo Lues, IndustrialTimes.net - Sejumput kisah menarik selalu hadir dari
setiap peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal
(SM-3T). Pengalaman hidup dan mengabdi di daerah baru yang benar-benar terasa
asing menjadi harta berharga yang tak bisa dibeli dengan apa pun.
Adalah Nani Hapsari,
alumnus jurusan PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dari Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY) yang kini mengajar di SDN 11 Terangun Desa Melelang Jaya,
Kecamatan Terangun, Gayo Lues, Aceh. Salah satu pengalaman unik yang dirasakan
Nani adalah saat mengunjungi pekan atau pasar tradisional di daerah Terangun.
Pekan hanya ada setiap
Minggu di ibu kota kecamatan. Jadi, jika menginginkan sesuatu harus menunggu
dulu selama satu minggu untuk pergi ke pekan. Perjalanan ke sana pun penuh perjuangan.
Pasalnya, untuk mencapai lokasi perlu sekira dua jam dengan naik qulbak,
sebutan masyarakat setempat untuk mobil bak terbuka.
"Kami berangkat pukul
08.00 dan sampai di pekan pukul 10.00 karena kendaraan selip di salah satu
jalan yang berlumpur. Itu belum seberapa, karena jika hujan tidak ada kendaraan
dari Terangun yang mau ke Melelang Jaya karena jalannya yang luar biasa," ungkap Nani, seperti
dilansir oleh laman UNY, Kamis (17/10/2013).
Sesampai di pekan, jangan
samakan keadaannya dengan pasar tradisional di Pulau Jawa pada umumnya.
"Jangan bayangkan bahwa pekan seperti pasar di Jawa. Karena yang menjual
hanya beberapa pedagang, itu pun sangat sederhana," jelasnya.
Walaupun begitu,
lanjutnya, setiap warga di sini begitu antusias dan sangat senang saat
menyambut hari Minggu karena saat itu jatah mereka pergi ke pekan. "Pekan
sepertinya sangat berharga bagi mereka dengan segala keterbatasan yang
ada," ujar Nani.
Saat pulang, Nani harus
rela berdesakan dengan barang-barang yang sudah dibeli di pekan. Bahkan, dia
harus duduk di atas sak semen dan ban cadangan. Perjalanan pulang ditempuh
dalam waktu lebih lama karena dengan jalan berliku-liku yang belum diaspal,
berlumpur serta diguyur hujan deras. Kendaraan sempat mogok beberapa kali di
perjalanan karena beban yang terlalu banyak dan jalan yang tidak bersahabat.
Gadis asal desa Kabeluka,
Candiyasan, Kertek, Wonosobo itu mengatakan, perjalanan berat yang harus
ditempuh ke pekan belum seberapa jika warga ingin pergi ke kabupaten atau
lokasi lainnya. Ya, Melelang Jaya yang merupakan salah satu desa terisolasi
karena kondisi jalan yang sulit dilalui.
Anak-anak tidak bisa pergi
leluasa ke pekan karena hal itu adalah hal yang mewah bagi mereka. Dan jika
ingin sesuatu, maka orang tua mereka yang akan membelikannya di pekan. Setiap
minggu mereka habiskan untuk mencari kemiri, pinang, atau hal yang lain yang
bisa menghasilkan uang.
"Saya menemukan
mereka di sini. Bagaimana perjuangan mereka untuk bisa pergi ke pekan membuat
saya termotivasi untuk bisa mendidik mereka dengan lebih baik agar generasi
depan tidak ada yang mengalami hal seperti ini lagi. Di Jawa semuanya bisa
didapat dengan mudah, namun di desa Melelang Jaya semua harus belajar bahwa
jika ingin mendapatkan sesuatu, harus melalui proses yang panjang," tuturnya. (rfa)
sumber: okezone.com
Posting Komentar